Pages

Sunday, March 2, 2014

Happy Birhday Lilis

Happy Birthday Lilis Eka Saputri
Sweet 18th
Just hope the best for you,
And wishing for our dream which might be realise ^^
Still be youself, and never change !.
Believe in Allah, cause Allah will show the way for us
Stay be part of D'ECLIPS 
Love ya

Puisi Kontemporer

ARUS SANG PENCINTA
Karya : Putri Hendria Maulina

            Bagai batu tak berbentuk
            Gagal  terpahat
                        Oleh tangan
                                    Sang
                        Pecinta
            Terbawa arus
            Oleh angin yang tak selamanya benar
                        Berat terangkat
                        Ringan terhempas
            Hingga tak ada pegangan
                        Pada tiang sang menyangga
            Terombang-ambing
Bagai perahu terbawa ombak
Sedikit salah
Tenggelam sudah…

Makna : Setiap mengambil keputusan haruslah berhati-hati, karena jika tidak kita akan menyesal dengan keputusan yang diambil secara gegabah dan sebagai seorang manusia kita harus memiliki prinsip dalam menjalani hidup.


Senyum Bertopeng

Wajahku berpaling, terangkat ke atas dan tak lagi melihat.
Siapa yang ada disana?
Pentingkah aku tahu?
jika dialah yang mengubah bunga menjadi bangkai
dan merebahkan sandaran jatuh terhempas
terbenam ke dalam lumpur,
tak terlihat, hitam, kelam, tak berbentuk lagi.
Sehingga tak ada alasan kupertahankan
kelingking yang tadinya terangkat ke atas
begitu erat, tak tergoyahkan.
                        Siapa yang sangka dia?
yang sudah habiskan pagi dan malam bersama
tahu segala kilauan dan kegelapan
yang kini menari di atas panggung dusta
berperan dengan dialog pengkhianatan
sang manusia bertopeng
pemasang senyum tanpa dosa
yang dahulu dengan bangga
mengaku sebagai teman,
ya, teman sejati yang kini telah mati
       terkubur menjadi kenangan
                        jauh tak terjangkau
              di dalam
                   hati !

Putri Hendria Maulina
                       
Tema   : Pengkhianatan Seorang Teman
Makna : Seseorang yang tidak habis pikir atas pengkhianatan dan kebohongan yang dilakukan oleh temannya, yang dia rasa sudah sangat mengerti dia. Sehingga membuatnya sulit untuk memaafkan atas kesalahan yang telah dilakukan temannya itu.

Thursday, February 27, 2014

Contoh Resensi Bahasa Inggris


Putri Hendria Maulina
XII IPA 3

ALWAYS THERE’S A SUPRISE FOR LOVE


                                      Title of the book  : Crush
                               Author             : Veronica Latifiane
                               Publisher          : Plot Point
                               Year of Published : Januari 2013
                               Pages               : 310 Pages
                               Price                : Rp. 54.000,-

Veronica Latifiane, a young girl who was starting to reach her dreams after she got Bachelor of Humaniora. She was born in Jakarta, on the end of 1989. She was starting to write from she was in Junior High School and the song of Secondhand Serenade, A rocket to the moon and also Westlife always be her favorite playlist when she is writing a story. Crush, The Shock of Love is her first novel. And yeah, this novel can make the readers shock in every sheet of this novel.
For Kezya, the best life is when she find a calmness, like a class in the semester exam, like when her family didn’t get problem with their finance or like she didn’t talk to her senior if she felt in love with him. But since met Jovan, everything has changed. Kezya can’t find it again. Jovan is a new trouble maker for Kezya. Jovan like an opposite of Kezya, they are so different. Honestly, If she can, she wants Jovan to go away from her life. But, Kezya know that only Jovan who has an out way for her problem, to depend her house, the place which she grew up and one of the best thing she ever had.
After she gets an out way from Jovan, appear a new problem. Kezya must be a Jovan’s assistant and  do everything what he needs, everywhere, everytime. In the first, Kezya thinks that it will be a harder thing ever. But, she’s wrong. Turn out, Jovan is a better one than she ever knew. He has the other side and it makes a change for her life. Make she draws a smile, feel her heart beat faster, and maybe he has been the reason why can she feel all of it, and why must she there in the world.
Kezya is falling in love with Jovan, and Jovan is doing the same way. But, it isn’t the end of this story. Suddenly, there’s problems come for them and make they miss communication. They don’t talk, call, message, get eye contact and meet one each other. ‘Till one day, Jovan wanna break the obstacle both of them. He decides to bring Kezya to the beach and tell her about his feeling. Jovan asks Kezya to be his girlfriend and of course it makes Kezya speechless and confuse. She don’t know what must she does. But, she can’t lie with herself. She nods her head and said Yes for Jovan. Jovan comes to Kezya, hold her hand and start to sing this song “Maybe I’m Mr. Right, Baby, Maybe I’m the one you like, Maybe I’m a shot in the dark, And you’re the morning light...”. Kezya was happy, She looks at Jovan and start to smile. “He’s a special one who is gift from the God for me” she said for herself.
With the flow easily to understandable, making the readers isn’t confuse and easy to know what the author means. Besides that the author gives us the amazing imagination about the both of Jovan and Kezya. The characters in this novel also do their best, with a good point of view. I’m absolutely love the cover of this novel, with the soft colour and an unique form. The last, this novel also have some vocabulary about German, and i love it.
There isn’t a perfect piece, same like this novel. Veronica Latifiane forgets about the end. She don’t give a more detail in the last part of this novel. And maybe this novel has a long story. But this novel still can stole my heart.
This novel is able to makes the reader interested until the end of story. And for the one who likes a romance story and interest about Jerman, this novel is so suitable. So, I recommended this novel to be one of your new collection. Let’s enjoy it.

Wednesday, February 26, 2014

Dan Waktu Itu Tiba

Aku menatapnya dalam diam ketika dia masuk ke dalam kamar tanpa suara. Pundaknya bergetar, mengisyaratkan bahwa dia sedang kedinginan karena tubuhnya basah oleh hujan bulan November yang baru saja datang dengan riangnya. Terlihat jelas wajahnya sedikit pucat ketika dia melewatiku tadi. Dan menyedihkannya, tak ada yang bisa aku lakukan untuknya. Untuk seseorang yang bisa dibilang sudah berkorban banyak untuk hidupku. Ya, dia adalah Kakakku. Kak Iskan. Satu-satunya keluarga yang aku tahu dan yang aku miliki sekarang ini. Juga satu-satunya orang yang akan menjadi panutanku ketika aku harus mengambil tindakan besar suatu hari nanti. Dia begitu membuatku bangga. Dengan segala hal yang telah dia lakukan dan segala prestasi yang telah dia torehkan.
Kuhembuskan nafas berat, sudah sekitar sepuluh menit lamanya dia berada di dalam kamar, tanpa memberikan penjelasan apapun tentang keadaannya kepadaku. Hal ini membuat rasa cemasku sudah melampaui batasnya. Jadi, sudah kuputuskan untuk menunggunya dan menanyakan bagaimana keadaannya ketika dia keluar nanti. Hanya untuk kali ini saja, aku ingin berada dekat dengannya, ada ketika dia sedang membutuhkanku. Karena sudah sangat lama kami tidak saling berkomunikasi. Komunikasi diantara kami seakan terputus setelah kematian Ayah dan Ibu. Walaupun kerap kali, aku selalu mencoba untuk membawanya mendekat kearahku dan melihatku dengan jelas ketika matanya terbuka. Karena akan percuma jika dia melihatku ketika matanya tertutup.
Aku masih berada di depan kamarnya, menunggunya tanpa bosan. Dan sepertinya penantianku akan berakhir, bisa kudengar suara knop pintu sedang diputar tak lama kemudian pintu kamarnya sudah perlahan terbuka. Dia sedang tertunduk dan segera mendongakkan kepalanya ketika menyadari bahwa aku berada di depannya. Dia tampak terkejud dengan keberadaanku. Aku pun segera menyingkir dan membiarkan dia lewat. Karena bisa aku lihat di dalam matanya dia sedang ingin berjalan ke kamar mandi, untuk menyegarkan tubuhnya. Namun, sebelum itu ada beberapa hal yang aku perlu tanyakan kepadanya. Untuk memastikan keadaanya.
“Kakak baik-baik saja?” tanyaku kikuk.
Dia berhenti dan menoleh kearahku tanpa membalikkan badan “Ya. Tidak perlu secemas itu” Katanya dengan datar, seperti biasa. Jadi, dia bisa tahu bahwa aku mencemaskannya, ini benar-benar bagus.
“Tapi, wajah Kakak terlihat pucat. Kakak yakin baik-baik saja?” entah apa yang sudah merasukiku, sehingga pertanyaan itu keluar begitu saja.
Kali ini dia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arahku “Bukankah kamu sudah mengenal Kakak dengan baik Sena? Hal seperti ini bukanlah masalah serius buat Kakak” Katanya penuh keyakinan.
Aku tertunduk “Aku hanya tidak ingin Kakak kenapa-napa” Kataku jujur “Kesehatan Kakak jauh lebih penting dan...” aku hanya ingin Kakak tahu bahwa aku peduli dengan Kakak “bukankah Kakak harus menghadapi kejuaran minggu depan?”
Dia tersenyum rendah “Terima kasih karena sudah mencemaskan Kakak. Tapi, Kakak memang baik-baik saja” dia menepuk pundakku pelan “Perhatikan saja kesehatanmu sendiri dan jaga diri dengan baik” Sambungnya sambil membalikkan badan kembali berjalan menuju kamar mandi.
Seketika itu senyumku segera mengembang, kupandangi pundak kiriku yang baru saja ditepuk olehnya. Aku merasa begitu tenang. Dan sudah kuputuskan bahwa aku tidak berhenti untuk menyambung jarak yang sudah terbentang di antara kami berdua. Mulai dari sekarang.
***
            Aku baru saja bangun dari tidurku ketika Pak Sam memberitahu bahwa akan ada latihan gabungan untuk para atlet lompat tinggi siang ini di sekolah. Jadi, wajar saja jika aku tergesa-gesa membereskan barang-barang yang harus aku bawa dan menjangkau apa saja yang ada di depan mataku. Bahkan sekarang ini aku sedang memakai sepatu sambil memakan roti selai yang menjadi sarapanku pagi ini.
            “Mau latihan?” Kuhentikan kegiatanku sejenak, menyadari siapa yang baru saja bertanya. Apakah aku tidak salah dengar? Kakak sedang bertanya kepadaku?
Dengan segera kutolehkan kepalaku ke arah Kak Iskan yang sedang duduk di ruang tamu. Ya, semenjak hari itu kami sudah lumayan sering berkomunikasi. Namun, ini adalah kali pertama dia bertanya tentang latihanku secara langsung.
“Iya Kak. Pak Sam baru bilang kalo hari ini ada latihan gabungan di sekolah. Maaf, aku nggak ngasih tahu Kakak. Soalnya aku kira Kakak masih tidur” Kataku dengan wajah bersalah.
“Gak ada yang perlu dimaafin. Kamu gak harus beritahu Kakak kalo kamu mau latihan” Katanya tanpa ekspresi “Oh ya, Kakak dengar rekor kamu sudah naik lima senti dari minggu lalu. Benar begitu?”
Mataku melebar “Kakak tahu dari mana?” tanyaku spontan.
“Kita kan satu sekolah Sena. Kamu lupa?” Katanya seolah mengingatkanku jika kami bersekolah di sekolah yang sama.
Aku mengaruk kepalaku yang tidak gatal dan kemudian tertawa “Iya ya Kak. Kok aku bisa linglung kayak gini?” Kataku sedikit malu.
“Jadi, gimana dengan perkembangan lompat tinggi kamu Sena?” Dia terlihat begitu antusias dan tidak pernah aku melihat wajahnya berbinar-binar seperti ini. Mungkin ini adalah saatnya mendapatkan pengakuan dari Kak Iskan. Karena dari dulu hanya satu hal yang kuinginkan darinya. Dia dapat mengakui keberadaanku. Hanya itu, tidak lebih. Dan sepertinya untuk mendapatkan hal itu, aku harus lebih bersabar. Dan aku rasa saat itu adalah sekarang.
 “Perkembangannya lumayan banyak Kak. Dan itu semua juga berkat bimbingan kakak, karena kakak juga yang ngenalin aku dengan lompat tinggi sampai bisa jadi atlet seperti sekarang ini” Kataku dengan bangganya.
Dia terdiam menatapku “Bagus kalo gitu” katanya singkat sambil bangkit dari tempat duduknya.
 “Kakak tahu?” Kataku mencoba menahannya untuk tetap disini, aku masih ingin berbicara banyak dengannya. Dengan Kakakku “Pak Sam cukup terkejud melihat rekorku yang naik secara drastis” dia kembali duduk dan mengurungkan niatnya.
“Kata Pak Sam mungkin aku bakalan jadi andalan utama untuk Kejurnas nanti” dia semakin terlihat tertarik dan tersenyum renyah “Dia juga bilang kalo dengan rekor yang aku pegang sekarang, itu sudah cukup untuk memenangkan pertandingan, aku hanya perlu mempertahankannya dan...”
“Cukup?” Kak Iskan segera memotong perkataanku dan menatapku dengan tajam.
 “Iya kak. Menurut Pak Sam itu sudah lebih dari cukup karena rekor yang aku buat bagus”
Dia menghelakan nafasnya sejenak “Itu masih belum ada apa-apanya dan terlalu jauh dari apa yang Kakak harapkan” Katanya dengan tegas “Jangan pernah merasa cukup kalo kamu mau maju” Tungkasnya dan kemudian pergi bangkit dari tempat duduknya. Menghilang masuk ke dalam kamar. Aku tidak dapat membaca ekspresi apa yang sedang ditunjukkan Kakakku sekarang ini. Kecewa, marah, entahlah aku tidak ingin memikirkannya. Dan sekarang aku baru tahu rasanya terangkat tinggi lalu dihempaskan dengan keras ke tanah. Sangat menyesakkan.
***
            Sudah empat hari aku tidak berbicara dengan Kak Iskan. Kami sama-sama sibuk mempersiapkan diri untuk Kejurnas tahun ini yang bertempat di sekolah kami sendiri. Dan seperti biasa aku tidak pernah melewatkan satu pun perlombaan yang diikuti olehnya. Dia adalah atlet serba bisa, dan untuk tahun ini dia mengikuti lomba atletik cabang lari. Dari awal start do’aku segera terlantun untuknya. Dan sudah dapat aku pastikan dia akan mendahului lawan-lawannya ketika berlari nanti. Karena sejauh ini hanya dia atlet terbaik yang pernah dimiliki oleh sekolah kami.
Perlombaan sudah berjalan cukup lama dan sekarang adalah detik-detik para pelari memasuki rute terakhir dan masuk ke gerbang garis finish. Tiba-tiba saja semua penonton yang ada bertepuk tangan dengan lantang ketika ada seorang pelari yang sudah menginjakkan kaki mendekati garis finish. Seperti biasa perkiraanku kali ini tepat, Kak Iskan meninggalkan lawannya jauh dibelakang dan menyentuh pita putih yang terbentang di garis finish tanpa basa-basi. Dia berhenti, mengepalkan tangannya dan mendorongnya ke udara, lalu menyapu pandangan ke bangku penonton. Aku tidak tahu siapa yang sedang dicarinya kali ini. Dan ketika tatapannya jatuh ke arahku, aku segera melambaikan tangan dan mengacungkan dua ibu jari tanganku ke arahnya sambil tersenyum lebar. Dia tidak membalas tatapanku, bahkan dia segera memalingkan wajah tapi aku sangat yakin dia tadi melihatku, dan itu sudah lebih dari cukup.
“Sena, kamu kok disini?” Tanya Raga heran “Perlombaan kamu lima belas menit lagi kan dimulai”
“Iya ga, aku tahu kok” kataku enteng dan kembali melihat Kak Iskan yang sedang digerumbungi oleh orang-orang yang memberikan selamat kepadanya. Rasanya aku ingin bergabung dan memberikan selamat juga kepada Kak Iskan. Tapi, Raga benar tinggal lima belas menit lagi perlombaanku dimulai dan aku harus benar-benar menyiapkan diri.
“Nunggu apa lagi? Kok masih disini Sen?” desak Raga
“Iya iya, yaudah aku pergi ya” kataku kemudian dan berlari meninggalkan Raga.
Aku pun segera berlari menuju aula sekolah, tempat perlombaanku berlangsung. Namun, tiba-tiba saja aku melihat Kak Iskan sedang berjalan dengan Pak Sam ke arah ruang ganti. Dari raut wajah Pak Sam ada hal serius yang ingin dibicarakannya dengan Kak Iskan. Dan karena penasaran aku pun mengikuti mereka secara diam-diam.
“Iskan. Bapak mohon untuk hari ini saja tolong tunjukkan dirimu ketika kamu melihat adikmu bertanding. Jangan seperti biasa, kamu malah menyebunyikan dirimu dan menjadikan dia menganggap bahwa kamu tidak menyaksikan pertandingannya” Pak Sam memulai pembicarakan dan yang benar saja aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar.
Kak Iskan menunduk “Maaf Pak, tapi saya lebih nyaman seperti itu. Saya hanya ingin membuatnya menjadi mandiri tanpa mengandalkan saya. Karena saya tidak ingin dia menjadi seperti saya yang langsung jatuh ketika orang yang biasanya diandalkan pergi untuk selamanya. Saya ingin dia kuat Pak, lebih kuat dari saya” kata Kak Iskan dengan nada lemah. Aku sudah tahu tentang apa yang dimaksud kakak. Ternyata sampai saat ini dia masih memikirkan tentang kematian Ayah dan Ibu.
“Tapi dia juga butuh kamu sebagai Kakaknya. Kamu gak boleh egois seperti ini”
“Saya tahu Pak. Tapi saya sudah merasa gagal sejak awal saya membimbing dia. Saya gak tahu kenapa dia masih menjadikan saya sebagai panutan, padahal saya sering sekali keras kepadanya dan melakukan sesuatu yang gak pantas untuknya”  tidak Kakak salah, Kakak salah. Gumamku di dalam hati.
“Kamu salah. Justru kamu yang membimbing dia sampai sehebat sekarang. Dan dia juga cuma punya harapan kecil. Dia mau kamu menganggap keberadaannya dan bilang kalo kamu bangga sama dia” Pak Sam memegang pundak Kak Iskan dan apa yang dikatakan Pak Sam memang benar.
“Hanya saja saatnya belum tepat Pak” Kak Iskan terlihat sedang memikirkan sesuatu “Dan seharusnya dia tahu bahwa saya bangga sama dia tanpa harus mengatakannya secara langsung. Bahkan sekarang saya merasa kemampuan dia sudah melewati saya. Dia memang atlet yang hebat”
“Semua itu berkat kamu, motivasi untuk dia belajar”
“Gak Pak, dia melakukan itu dengan usahanya sendiri. Usaha terbaik yang mampu dia lakukan. Saya benar-benar bangga punya adik seperti dia, punya adik seperti Sena” Katanya dengan begitu tulus.
Kututup mulutku tak percaya, tanpa banyak gerakan aku segera berlari dan memeluk Kak Iskan dari belakang. Kak Iskan tampak terkejud, begitu pula dengan Pak Sam.
“Makasih Kak. Makasih banyak. Dari dulu Cuma itu yang mau aku dengar dari Kakak. Aku mau Kakak bangga sama aku. Karena alasan aku ngelakuin semua ini adalah Kakak. Kakak yang selama ini membuat aku bangga”
Dia melepaskan pelukanku dan memegang bahuku dengan kedua tangannya. “Maafin Kakak, Kakak gak tahu gimana harus bersifat ke kamu. Kakak Cuma gak mau kamu lemah. Kamu sudah sejak lama buat Kakak bangga dan Kamu adalah harta Kakak yang paling berharga”
Aku tersenyum “Mulai sekarang, Kakak harus janji kita berdua bakalan sama-sama ngadepin apapun dan saling dukung satu sama lain. Gak boleh ada jarak lagi antara kita”
“Iya Kakak janji” Katanya tulus dan kembali memelukku.
“Kak. Ada beberapa hal yang harus dikatakan dulu baru bisa dimengerti”
“Iya, Kakak tahu itu” katanya sambil mengeratkan pelukannya.